Anak muda hari ini harus bertransformasi menjadi pemuda. Untuk menjadi pemuda, mereka bukan hanya harus peduli dengan permasalahan-permasalahan bangsa seperti lingkungan yang mulai rusak, korupsi yang membudaya dan malapraktik demokrasi, tetapi juga harus mengambil langkah proaktif dalam mengatasinya. Salah satunya dengan berpartisipasi dalam sistem pemerintahan, bukan sekedar berisik di media sosial.
Namun yang sekarang terjadi justru sebaliknya. Menurut Survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) tahun 2022, sebanyak 84,7% anak muda tidak memiliki keinginan mencalonkan diri sebagai anggota DPR/DPRD dan 85,2% anak muda enggan mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dengan kata lain, mayoritas anak muda tidak benar-benar peduli dengan permasalahan umum. Mereka hanya sekedar peduli atau peduli sekedarnya.
Memang betul, meski minoritas, beberapa anak muda merintis karir di dunia politik dengan tujuan berpartisipasi dalam pemerintahan. Bahkan ada Partai Baru yang mengklaim diri sebagai partai anak muda. Masalahnya, mereka selalu ingin muncul dan menjadi perhatian. Mungkin ini adalah penyakit turunan dari media sosial yang pada implikasinya mereka selalu ingin disorot dengan memilih medan politik nasional. Sedangkan di medan politik lokal mereka memandang sebelah mata sebab jarang tersorot media dan jarang diperbincangkan. Padahal, sejak kebijakan otonomi daerah benar-benar diaplikasikan, politik lokal di daerah betul-betul strategis dan mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Negara ini terlalu besar untuk diurus oleh seorang presiden. Premis itulah yang mendorong dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah. Negara ini terlalu luas untuk dikuasai oleh satu kepala. Oleh karena itu, secara horizontal kekuasaan dibagi kepada 3 lembaga: Eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan secara vertikal kekuasaan dibagi melalui otonomi daerah. Daerah (Provinsi hingga kota/kabupaten) diberi wewenang untuk mengelola daerahnya dan menentukan kebijakan strategis untuk daerahnya.
Meskipun ide tentang otonomi daerah ini sudah muncul semanjak zaman penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, Orde lama dan Orde Baru, namun baru di era reformasi diterapkan secara subtantif melalui Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang menjelaskan bahwa daerah diberi keleluasaan untuk memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing dan kreativitas daerah untuk mencapai tujuan nasional di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan.
Oleh karena itu, anak muda diharapkan bisa berpartisipasi aktif dalam penyelesaian masalah-masalah bangsa hari ini melalui jalur resmi dalam sistem ketatanegaraan kita. Selain itu, mereka juga harus pandai memilih “medan pertempurannya”, bukan lagi hanya memilih medan nasional yang berisik tapi juga bertarung di medan lokal yang lebih strategis. Politik lokal apabila tidak diisi anak muda yang idealis akan tetap dipenuhi orang tua rakus dan tidak bisa diharapkan.***