Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), primordialisme adalah perasaan kesukuan yang berlebihan. Primordialisme sangat berperan dalam membentuk sikap primordial seseorang, yaitu sikap yang menganggap bahwa segala sesuatu yang berasal dari kelompoknya (suku bangsa atau agama) merupakan satu-satunya yang terbaik dan terbenar, yang lain nomor dua (Sonny Soeharso, 2019).
Sikap primordial dapat menumbuhkan rasa kesatuan psikologis dan keterikatan emosional individu dengan latar belakang kesamaan identitas, solidaritas ini tidak hanya berkembang dalam koridor budaya dan agama belaka, namun dapat merambah dalam bentuk relasi yang menjadi pemicu di berbagai aspek lain seperti solidaritas sosial, ekonomi hingga politik.
Seperti contoh, pemilik bisnis akan lebih cenderung merekrut karyawan atau menempatkan orang kepercayaan atas dasar kesamaan identitas dengan dalih dekat secara emosional, perasaan senasib sepenanggungan atau memudahkan dalam komunikasi, walaupun dalam bisnis fenomena ini bersifat lebih dinamis/fleksibel dari bidang lain, hanya saja tetap berpotensi adanya kecenderungan.
Demikian pula di bidang politik, simbol identitas juga memiliki porsi tersendiri dalam mempengaruhi pilihan politik, terutama bagi pemilih yang minim referensi dan pengalaman terkait tema-tema besar politik seperti good governance, demokrasi, ideologi kepartaian, kepemimpinan dan sebagainya.
Kajian politik paling sederhana digunakan adalah memilih atas dasar sentimen identitas mulai dari etnisitas, hubungan kekerabatan, simbol feodalistik seperti hadirnya bangsawan lokal maupun pengaktifan adat sebagai norma dan identitas diri masyarakat lokal.