PKS Partainya Nakama dan Anak Muda

Tontonan anak 90-an dengan kartun (anime) maupun pahlawan (tokusatsu) dari Jepang, termasuk superhero dari Amerika tetap tersaji menjadi tren yang dinikmati oleh generasi setelahnya.

Industri kreatif pun melihat nostalgia ini juga menjadi sasaran empuk terhadap generasi yang tentu akan mengajak serta keluarga kecilnya seperti remake film Petualangan Sherina dan semacamnya.

Salah satu yang masih tetap setia untuk dinikmati oleh generasi lintas zaman adalah One Piece. Baik anime maupun manga, termasuk live-action yang pada 2023 ini memuncaki tren pop-culture.

Secara singkat, One Piece ini mengisahkan pemeran utamanya Luffy, seorang pemuda yang punya mimpi besar bersama sahabatnya dalam satu kapal mengarungi dunia melawan “kezaliman” mewujudkan keadilan.

Karya dari mangaka Jepang sejak 1997 ini sudah mencapai lebih dari 1.000 chapter baik manga maupun anime yang tetap memiliki fans setia yang kerap disebut .

inilah yang menjadi identitas pemersatu bagi fans One Piece, baik yang baru kenal dari live action maupun yang mengikuti sejak 90-an. Secara sederhana, yang secara bahasa berarti “teman” bisa bermakna “saudara” atau “dulur dewe” kata orang jawa.

Keberhasilan storytelling dari One Piece sebagai karya fiksi, tidak bijak hanya dipandang sekedar Bajak Laut yang melawan Pemerintahan Dunia yang seakan-akan pasti memposisikan Luffy sebagai orang jahat.

Oda sebagai penulis komik ini justru secara apik menyajikan bahwa Bajak Laut hanya sebagai instrumen Luffy untuk mencapai tujuan besarnya sebagai Raja Bajak Laut yang ternyata memiliki makna berbeda dari bajak laut pada umumnya yang penuh kejahatan.

Hal ini bisa dibuktikan ketika Luffy melawan Kaidou, salah satu penguasa lautan yang tak terkalahkan. Bahwa kapten ini ingin agar semua teman-temannya bisa memakan makanan yang mereka suka tanpa rasa takut atau kelaparan. Salah satu tujuan inilah yang mendorongnya untuk terus maju mewujudkan mimpi besarnya untuk mendapatkan One Piece bersama -nya.

Laman: 1 2 3 4

Tags: , ,