CINTA ITU MEMBERI, BUKAN MENUNTUT UNTUK DIBERI

Oleh: Cahyadi Takariawan

Pernikahan telah menyatukan bukan saja tubuh dua insan –laki-laki dan perempuan, namun pernikahan telah menyatukan dua cinta, dua cita-cita, dua hati, dua perasaan, bahkan dua jiwa yang berbeda.

Suami dan isteri berkolaborasi dalam kehidupan keluarga, dengan ikatan cinta kasih yang tulus, untuk menempuh kehidupan dalam kebersamaan.

Keluarga telah meleburkan suami dan isteri dalam sebuah ikatan yang sangat kuat –tidak ada ikatan sekuat dan sehangat ikatan yang muncul dalam pernikahan.

Dalam kehidupan sehari-hari, suami dan isteri harus berusaha saling memberikan yang terbaik kepada pasangan, bukan menuntut dari pasangan. Jika suami dan isteri selalu memberikan yang terbaik, maka mereka akan mendapatkan pula dari pasangannya.

Namun jika suami dan isteri lebih mendahulukan menuntut dari pasangan, maka mereka tidak akan mendapatkan. Sikap menuntut ditunaikannya hak pasangan, merupakan sebentuk pengingkaran dari konsekuensi cinta kasih.

Karena wujud aktif dari cinta adalah memberi, bukan menuntut diberi. Demikian kata Erich Fromm, The Art of Loving.

CINTA MENGHAJATKAN KEPASTIAN DAN TANGGUNG JAWAB

Allah menciptakan manusia, pada saat yang sama memberikan perasaan, kecenderungan, dan ketertarikan terhadap keindahan. Rasa kecenderungan dan ketertarikan ini adalah sesuatu yang bersifat fitrah dan alamiah.

Allah menggambarkan, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang” (Ali Imran: 14).

Di antara fitrah manusia adalah memiliki ketertarikan terhadap pasangan jenisnya. Pada sisi yang lain, Allah telah memberikan tuntunan pernikahan sebagai jalan resmi untuk menyalurkan fitrah ketertarikan terhadap pasangan jenis tersebut. Di sinilah kebesaran dan kasih Allah ditampakkan secara nyata kepada kita, dengan menciptakan manusia secara berpasang-pasangan.

Akan tetapi sangat disayangkan bahwa banyak manusia mengekspresikan rasa cinta dan ketertarikan terhadap pasangan hidup dengan memenuhi semua keinginan nafsu syahwat mereka.

Bermula dari rasa ketertarikan, menguat menjadi cinta, ternyata berlanjut dan berakhir dengan petaka. Ini adalah cinta yang dieksploitasi secara tidak bertanggung jawab. Tidak cukup dengan obral janji, tebar pesona, dan kata cinta. Yang diperlukan adalah kepastian dan tanggung jawab. Akad nikah adalah sebentuk kepastian dan tanggung jawab. Akad nikah adalah tanda cinta.

Bukan hanya janji, bukan hanya mengumbar kata cinta. Tunjukkan cintamu dengan kepastian dan tanggung jawab!

Sahabat, tidak hanya tentang kehidupan rumah tangga, kehidupan pra-rumah tangga pun akan jadi bahasan penting di sini. Mari bergabung bersama di Program Setahun Bersama Pak Cah.***