TAWAJJUH

Setelah tawajjuh aqidi, tawajjuh atau orientasi yang kedua adalah tawajjuh syar’i. Dalam beribadah kita harus memperhatikan orientasi syar’i, ini karena Allah bukan saja menurunkan mabda’ (prinsip dasar) melainkan juga menurunkan syir’atan wa minhajan, dan dalam melangkah atau beribadah, kita harus melalui koridor tersebut.

Misalnya dalam haji, khudzuu ‘anni manasikakum—ambilah / contohlah dariku manasik haji kalian, dan dalam shalat, shallu kama roaitumuni ushalli—shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. Sejalan dengan itu tentunya juga terefleksi dalam hal jihad atau bisa diparalelkan, jaahidu kama roaitumuni ujaahid.

Tawajjuh yang ketiga adalah tawajjuh amali (orientasi operasional). Artinya kita harus “wa’aiddu lahum mastatho’tum minquwwah”, segala potensi secara operasional harus dihimpun dan digabung secara syumul (integral) dan takamul (terpadu) agar bisa merealisir tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban dari Allah. Karena segala tugas dan kewajiban dari Allah tidak bisa kita persiapkan secara juz’iyah (parsial). Misalnya untuk sholat kita harus lebih dulu wudhu, dan untuk wudhu tentu saja harus ada air. Kemudian untuk Sholat harus syatrul aurat (menutup aurat), jadi harus ada baju dan mukena. Lalu agar dengkul kita bisa tegak dan kuat berdiri ketika sholat, kita butuh makan lebih dulu. Jadi ada kesyumuliyahan dalam adaa’ish shalah (pelaksanaan shalat).

Ketiga tawajjuh tersebut yakni tawajjuh aqidi, syar’i dan amali harus selalu ada terhimpun secara sekaligus di setiap ibadah yang kita lakukan.

Yang jelas kita harus senantiasa mempersiapkan segala sarana dan prasarana serta potensi agar tugas-tugas dari Allah swt dapat kita kerjakan secara baik, karena Allah telah menyuruh kita mengerahkan segenap potensi dan kekuatan “Waa’iddu lahum mastatho’tum minquwwah” (QS 8:60) di sinilah letak ke-syumuliyah-an dan ke-takamuliyah-annya.***

Laman: 1 2