Namun, tak sedikit juga yang menggantungkan hidup sebagai pedagang, karyawan, hingga buruh pabrik.
Mayoritas masyarakatnya beragama Islam, sehingga untuk tempat ibadah berupa masjid dan mushola cukup banyak dijumpai di kampung ini.
Di kampung ini juga terdapat pasar tradisional sebagai pusat penggerak ekonomi bagi masyarakat.
Ada pula bangunan sekolah dasar negeri sebagai pusat pendidikan, dan sebuah puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan di sini.
Sejarah
Dilansir situs resmi Disbud Kepri, nama Tanjung Uma sejatinya diambil dari frasa tempat kediaman atau tempat tinggal yang disederhanakan pengucapannya menjadi uma.
Di kawasan Tanjung tersebut, banyak dibangun rumah-rumah panggung bertiang kayu.
Karena posisi kampung ini berada diantara dua Tanjung yaitu Tanjung Pangkal Leppu dan Tanjung Kubur, maka orang tempatan atau warga asli kampung ini menamai kampungnya dengan tambahan kata Tanjung.
Pendapat lainnya adalah bahwa kata ‘uma’ berasal dari frasa rumah dalam bahasa Inggris yakni home.
Kata home diucapkan oleh masyarakat dulu sebagai (h) Ome dengan menghilangkan huruf h di bagian depannya.
Kata ome berubah menjadi ume, hingga akhirnya tempat ini dikenal menjadi tanjung ume atau tanjung uma.
Pada mulanya, kampung ini dihuni oleh orang-orang Melayu dan Bugis yang berasal dari keluarga raja Riau Lingga.
Sebagian besar masyarakatnya mengandalkan hidup dari melaut serta bercocok tanam, terutama tanaman kelapa.
Dulu, menjual hampir seluruh hasil tangkapan ke Singapura menggunakan sampan sederhana sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Tanjung Uma.
Tags: Batam, PKS, Tanjung Uma